13/05/09

SUMSEL dan sekolah gratis

Program sekolah gratis telah di luncurkan di Sum-Sel dan akan mulai efektif pada tahun ajaran 2009 dan seterusnya, paling tidak sampai lima tahun kedepan. Tetapi permasalahnnya program itu tidak ditujukan pada sekolah-sekolah yang memiliki standar nasional apalagi Internasional. Adik saya harus kembali bayaran uang sekolah pada tahun ajaran baru 2009-2010, hanya karena kebetulan dia pintar. Haruskah dia disalahkan?.... Apakah memang murid-murid tidak mampu itu hanya sekumpulan orang-orang bodoh? atau mereka yang t.idak mampu itu harus jadi bodoh, bagaimana mereka bisa pintar jika standar-nya saja jelas-jelas tidak mendukung? atau mungkin ....

Ketika kita berbicara pendidikan gratis yang ada dibayangan saya adalah pendidikan yang tersistem dengan baik dan komprehensif. menurut saya standar pendidikan tidak bisa dijadikan indikator tunggal sehingga mereka yg bersekolah di sekolah berstandar nasional apalagi internsional harus membayar, jika asumsinya mereka yang bersekolah pada sekolah dengan standar diatas adalah sekumpulan orang mampu menurut saya asumsi "mereka" harus segera di revisi.Ayolah jangan menyederhanakan masalah dengan mengeneralisir orang miskin pasti bodoh, sangat banyak putra-putri Sum-Sel yang pintar tetapi terkendala oleh faktor ekonomi. Berapa banyak orang pintar yang berasal dari keluarga miskin ? Tantowi dan Helmi Yahya yang notabene putra asli Sum-Sel pun berasal dari keluarga miskin. Sebuah ironi jika adik saya yang baru SMP harus kembali bayaran ditengah program pendidikan gratis sembilan tahun yang telah lama digalakkan. Program sekolah gratis justru juga diaplikasikan pada SMP yang seharusnya telah di cover oleh program pendidikan gratis sembilan tahun.Seharusnya program sekolah gratis di Sum-Sel itu pada tataran SMU saja,sehingga tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Menurut saya akan lebih arif dan bijaksana jika bukan standar sekolahnya yang dijadikan subjek tetapi siwa itu sendiri,setuju?

Jaya Sriwijaya-ku


Tidak ada komentar: